3 Anak Muda yang Menjadi Pelopor Inovasi Kerajinan Khas Indonesia
Kerajinan tangan khas Indonesia sangatlah beragam dan sebagian besarnya merupakan peninggalan budaya turun-temurun. Bertahun-tahun seni kerajinan tersebut dikembangkan dengan cara yang sama, padahal zaman terus berubah. Karenanya, inovasi dibutuhkan untuk menjaga agar kerajinan tangan Indonesia tetap hidup dan lestari.
Ketiga anak muda yang akan kami bahas berikut berhasil menjadi pelopor inovasi kerajinan khas Indonesia. Berbekal ilmu dan kreativitas yang mereka miliki, mereka berani mengeksplorasi metode dan bahan baku baru untuk menciptakan karya kerajinan yang unik dan tiada duanya.
Siapa saja mereka dan apa kerajinan yang mereka ciptakan?
Dea Valencia Budiarto - Batik Kultur Dea
Dea Valencia dan batik karyanya. (Sumber: Finansialku.com)
Dea adalah seorang wanita muda asal Semarang yang berhasil mengembangkan Batik Kultur selepas lulus kuliah di usia 18 tahun. Berawal dari kecintaannya terhadap batik, ia ingin mengajak kaum muda seusianya untuk mengapresiasi batik sebagai budaya bangsa.
Meskipun ia adalah seorang sarjana komputer, ia tidak menyerah. Dengan dibantu rekannya yang mahir menggambar, ia mendesain batik yang digunting menurut pola dan dipadukan dengan bahan lain. Desainnya yang unik membuat Batik Kultur digemari hingga ke luar negeri.
Kini di usianya yang ke-23, Dea telah mampu menghasilkan omzet hingga ratusan juta perbulan. Ia juga telah mempekerjakan sekitar 40 karyawan, di mana sebagian di antaranya adalah para penyandang disabilitas. Dengan cara itu, Dea memberikan kesempatan bagi para penyandang disabilitas untuk berkontribusi bagi bangsa.
Salut deh sama Dea!
Otonk Listiyono - Kacamata dan arloji bambu
Kacamata bambu produksi SABA. (Sumber: Good News From Indonesia)
Otonk Listiyono bersama rekan-rekannya dari Sahabat Bambu (SABA) Yogyakarta menciptakan kacamata dan arloji berbahan dasar bambu. Mereka telah banyak mengembangkan berbagai karya bangunan dan kerajinan lain sebelum akhirnya tertarik membuat aksesoris fesyen.
Kacamata dan arloji bambu tersebut dibuat secara handmade dengan dibantu oleh pengrajin lokal. Bambu yang digunakan juga sudah tidak tajam karena telah melalui proses ampelas dan rebusan.
Sayangnya produk ini belum bisa dibeli dengan mudah karena kita harus memesannya terlebih dahulu. SABA belum siap memproduksi dalam skala besar demi menjaga ketelitian kerja dan kualitas karyanya.
Kalau begitu, kita tunggu saja, ya!
Anna Josefin - Aksesoris dari kertas
Salah satu aksesoris karya Anna. (Sumber: Instagram @bgk.jewelry)
Anna Josefin, seorang wanita muda lulusan Seni Rupa ITB, tertarik untuk mengeksplorasi kertas menjadi kerajinan berkat melihat sisa kertas tugas yang tak terpakai di kamarnya. Daripada hanya ‘menghiasi’ sudut kamar, kertas tersebut ia sulap menjadi berbagai aksesoris cantik.
Ia menggunakan tiga teknik pengolahan kertas secara manual, yaitu quilling (diputar-putar), mache (ditempel, digunting, dilubangi), dan weaving (dianyam). Anna pun menjamin bahwa olahan kertasnya tahan air sehingga bisa dikenakan di berbagai kesempatan. Agar semakin menarik, kreasinya juga dipadukan dengan mutiara, bebatuan, dan kristal Swarovski.
Hingga kini ia masih giat memproduksi dan memasarkan gelang, kalung, dan gantungan kunci di bawah label Batu, Gunting, Kertas. Beragam aksesoris tersebut dibanderol mulai Rp5.000,00-Rp200.000,00.
Dari ketiga kisah di atas, terbukti bahwa usia muda bukanlah halangan untuk berprestasi. Semoga semakin banyak lagi generasi muda Indonesia yang berani berinovasi dalam berkarya demi kemajuan bangsa. :)
Referensi: Good News From Indonesia, Beritasatu.com, Ziliun.com
Leave a comment
This site is protected by hCaptcha and the hCaptcha Privacy Policy and Terms of Service apply.