5 Tradisi Perayaan Waisak di Candi Borobudur
Hari Raya Waisak, yang tahun ini jatuh pada tanggal 11 Mei, menyimpan banyak cerita. Pada hari itu umat Buddha seluruh dunia memperingati kelahiran, kesempurnaan, dan kematian Sang Buddha.
Setiap tahunnya, Waisak di Indonesia dirayakan dengan meriah meski jumlah penganutnya bukanlah yang terbanyak. Hal tersebut dibuktikan dengan digelarnya tradisi khas Waisak di berbagai kota. Namun, perayaan Waisak di Candi Borobudur tetap menjadi momen yang paling dinanti, termasuk oleh para wisatawan.
Memangnya, apa saja, sih, tradisi perayaan Waisak di candi tersebut?
Pengambilan air berkah dari mata air Jumprit
Para bikhu mengambil air berkah. (Sumber: Kompas.com)
Tradisi ini dilakukan oleh para bikhu 3 hari sebelum puncak perayaan Waisak. Mereka mengawali prosesi tersebut dengan mengadakan Upacara Pujabhakti yang diiringi pembacaan doa. Setelahnya, para bikhu berjalan menuju Umbul Jumprit yang terletak di Kabupaten Temanggung untuk mengambil air berkah. Air tersebut diambil dengan gayung dari batok kelapa dan disimpan dalam kendi untuk disakralkan di Candi Mendut.
Pindapatta
Prosesi Pindapatta di Kota Magelang. (Sumber: Dewatanews.com)
Setelah mengambil air berkah, para bikhu melaksanakan Pindapatta. Tradisi ini mengajarkan tentang perlunya berderma antara sesama manusia. Umat Buddha akan memberikan makanan maupun uang kepada para bikhu yang berkeliling. Mereka percaya bahwa kebaikan yang dilakukan kelak akan dibalas dengan karma baik pula.
Di sekitar Candi Borobudur, prosesi ini dipusatkan di sepanjang Jalan Pemuda, Kota Magelang.
Samadhi
Samadhi di Borobudur. (Sumber: Panduan Wisata Yogyakarta)
Menjelang bulan purnama, umat Buddha menjalankan prosesi Samadhi. Mereka akan duduk bersila bersama-sama di Candi Borobudur sambil menghitung detik-detik menuju puncak Waisak. Uniknya, puncak purnama bisa terjadi pada siang hari karena penghitungan dilakukan berdasarkan falak.
Pradaksina
Pradaksina bersama-sama. (Sumber: Simomot.com)
Ritual pradaksina dilakukan dengan mengitari Candi Borobudur sebanyak tiga kali searah jarum jam. Para bikhu berbaris di depan dan diikuti ratusan umat Buddha dengan diiringi lagu Buddhist. Usai Pradaksina, mereka meletakkan bunga teratai kertas di tepi dinding candi.
Menurut seorang Bikhu Tibet, Lopon Tamding, pada perayaan Waisak 2016 lalu, Pradaksina bertujuan untuk menyucikan kesalahan yang mungkin terjadi selama ritual berlangsung.
Pelepasan lentera ke langit malam
Melepas lentera ke langit. (Sumber: Getlostmagz.com)
Tradisi ini adalah prosesi terakhir yang dilakukan sebagai penanda puncak perayaan Waisak di Borobudur. Para umat Buddha berkumpul menyalakan lilin di dalam lentera dan melepasnya ke langit malam bersama-sama. Tidak ada makna khusus dalam prosesi ini, tetapi keindahan cahaya lentera di langit malam berhasil menjadi magnet utama yang menarik para wisatawan untuk turut serta.
Keunikan tradisi di atas memang menarik untuk diikuti. Jika Anda tertarik untuk turut ambil bagian dalam perayaan Waisak di Candi Borobudur sebagai wisatawan, harap ingat untuk tetap menjaga kesopanan dan kesakralan, ya. Biarkan para penganut Buddha merayakan hari sucinya dengan khidmat dan tenang. Mari junjung tinggi toleransi antar umat beragama!
Akhir kata, selamat hari raya Waisak bagi Anda yang merayakan. :)
Referensi: Getlostmagz.com, Merdeka.com, Antaranews.com, Tempo.co, Cermati.com
Leave a comment
This site is protected by hCaptcha and the hCaptcha Privacy Policy and Terms of Service apply.