3 Pakaian Adat Betawi ini Ternyata Dipengaruhi Berbagai Budaya!
Sumber: Blog Ekoeriyanah (diolah kembali)
Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan kata “budaya”. Pada dasarnya, budaya terdiri atas dua jenis, yaitu budaya yang bersifat tangible dan intangible. Ketika budaya tangible ditinggalkan dalam wujud benda bersejarah yang bisa dilihat, disentuh, dan digunakan dengan jumlah terbatas, budaya intangible justru diwariskan dengan cara mengajarkan kepandaian turun-temurun, menceritakan folklor, atau melalui tradisi lisan. Salah satu contoh budaya intangibel yang diwariskan adalah pakaian adat.
Dalam menyambut ulang tahun DKI Jakarta, pakaian adat Betawi tentu tidak luput dari perhatian. Biasanya busana daerah ini dapat kita lihat dalam upacara pernikahan, acara abang none, atau di serial televisi yang mengangkat budaya Betawi. Pakaian Betawi dapat dibagi menjadi 3, yaitu pakaian adat resmi, pakaian sehari-hari, dan busana pengantin. Namun, tahukah Anda bahwa ketiga warisan pakaian tersebut dipengaruhi oleh berbagai budaya dalam pembentukan desainnya? Mari kita simak satu-persatu.
Pakaian adat resmi
Sementara itu, pengaruh Tionghoa cukup kuat terasa dalam pakaian adat resmi bagi wanita. Dahulu kala, kebaya ini dikenakan oleh kalangan nyai. Harganya yang mahal membuat masyarakat Betawi dengan tingkat ekonomi lebih rendah tidak mampu membelinya. Hal ini ditangkap sebagai peluang oleh para warga keturunan Tionghoa agar dapat diterima dalam lingkungan masyarakat Betawi, dengan cara mengadaptasinya menjadi kebaya encim berwarna cerah. Kain batik melengkapi sebagai bawahan disertai dengan kain warna-warni panjang yang disampirkan ke kepala.
Pakaian sehari-hari
Pakaian Betawi sehari-hari. (Sumber: Beritasatu)
Untuk pakaian sehari-hari, pengaruh budaya luar tidak begitu terasa karena lebih didominasi oleh budaya asli Betawi itu sendiri. Pengaruh Arab sedikit terasa pada pakaian sehari-hari pria yaitu penggunaan baju koko putih (sadariah), kain sarung yang disampirkan melingkari leher, serta peci hitam berbahan beludru. Sementara itu, pakaian sehari-hari wanita menggunakan baju kurung sederhana dan kerudung yang dikenakan di atas kepala; keduanya berwarna mencolok. Kain batik juga masih memiliki peran dalam melengkapi busana harian ini, terutama sebagai celana panjang bagi pria dan kain sarung sebagai rok bagi wanita.
Busana pengantin
Pakaian pengantin adat Betawi. (Sumber: Dakta)
Budaya Tionghoa cukup kuat terasa pada busana pengantin wanita Betawi yang bernama Rias Besar Dandanan Care None Pengantin Cine. Busana utamanya terdiri atas blus warna cerah berbahan satin dan rok putri duyung berwarna lebih gelap yang disebut dengan kun. Busana tersebut kemudian dilengkapi dengan aksesoris berupa kembang goyang bermotif burung hong yang dikenakan pada sanggul palsu di kepala, hiasan bunga melati yang dironce, serta cadar yang menutupi wajah. Ada pula perhiasan emas yaitu manik-manik teratai, kalung lebar, dan gelang listring.
Adapun busana pengantin pria Betawi yang bernama Dandanan Care Haji mendapat pengaruh Arab yang tercermin pada penggunaan jubah beludru berwarna cerah dan sorban penutup kepala yang disebut alpie. Pada bagian dalam jubah terdapat kain putih dengan tekstur halus. Pakaian adat ini juga dilengkapi dengan selendang bermotif emas dan manik-manik serta alas kaki berupa sepatu pantofel.
Dari paparan di atas, pakaian adat Betawi cukup merepresentasikan bahwa budaya Betawi banyak dipengaruhi oleh budaya Arab, Tionghoa, dan Eropa. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena banyaknya kaum pendatang tersebut untuk menjajah atau berdagang di Jakarta pada masa lalu. Meskipun keadaan yang dialami di masa lampau tidak manis, hal tersebut memberikan dampak positif yaitu terjadinya akulturasi yang membuat budaya Betawi menjadi sangat kaya dan beragam. Membanggakan, bukan? Jangan lupa ceritakan pada anak cucu agar budaya intangible ini terus berlanjut. :)
Leave a comment
This site is protected by hCaptcha and the hCaptcha Privacy Policy and Terms of Service apply.