Keindahan Tari Bedhaya Ketawang: Terlihat di Mata, Terasa di Hati
Sudah pernah dengar tentang Tari Bedhaya Ketawang? Jika belum, mari simak penjelasan kami mengenai tarian yang tak hanya indah di mata tapi juga di hati berikut!
Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian sakral bersifat magis-religius yang menjadi ciri khas Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Saking istimewanya, tarian ini hanya dipentaskan setahun sekali saat merayakan hari penobatan raja yang disebut “Tingalan Dalem Jumenengan”.
Tari Bedhaya Ketawang. (Sumber: Blog Widyawidluv)
Terdapat 2 versi cerita yang sering beredar mengenai penciptaan tarian ini. Kedua versi tersebut sama-sama melibatkan Ratu Laut Selatan (Kanjeng Ratu Kidul) dan raja Mataram.
Dalam versi pertama dikatakan bahwa Ratu Kidul mencintai Panembahan Senopati (raja pertama Mataram) dan ingin mengajaknya tinggal bersama di singgasana yang terletak di dasar samudera. Segala godaan, ajakan, dan bujuk rayu yang penuh gelora asmara tersebut diolah menjadi gerakan tari. Gerakan tersebut kemudian tersusun menjadi sebuah kesatuan cerita.
Sementara dalam cerita versi kedua yang tercantum dalam Kitab Wedhapradagna, justru Sultan Agung (raja ketiga Mataram) yang menciptakan tari Bedhaya Ketawang dengan bantuan Kanjeng Ratu Kidul. Kanjeng Ratu Kidul berperan sebagai pelatih tari yang mengajarkan para penari setiap malam Anggara Kasih (Selasa Kliwon).
Tari Bedhaya Ketawang dipentaskan oleh 9 penari putri yang masih perawan, suci lahir batin, dan tidak sedang menstruasi. Jika tiba-tiba berhalangan, maka sang penari harus digantikan oleh penari cadangan. Tak jarang untuk menjaga kesucian dan ketenangan batin, para penari harus puasa terlebih dahulu.
Saat berlatih dan pentas, dipercaya sang pencipta tarian yang tak kasat mata ikut hadir. Akan tetapi, hanya orang peka saja yang dapat merasakannya. Itulah yang membuat tarian ini menjadi sangat sakral dan dihormati. Merinding tidak ya, rasanya?
Selain itu, para penonton harus khusyuk agar tarian berlangsung khidmat selama sekitar 5,5 jam. Dengan alasan itulah para penonton dan siapapun yang hadir dilarang makan, minum, merokok, dan berbicara selama pementasan berlangsung. Hal tersebut dilakukan agar tarian tersebut tidak kehilangan nilai sakralnya.
Penasaran seperti apa tariannya? Tonton cuplikannya berikut ini.
Semoga Anda berkesempatan menonton langsung di kemudian hari, ya! :)
Referensi: Blog Widyawidluv
Leave a comment
This site is protected by hCaptcha and the hCaptcha Privacy Policy and Terms of Service apply.