Mengajar, Cara 'Parto' Menunjukkan Kecintaannya pada Gamelan
Eksistensi guru berkebangsaan Indonesia yang mengajarkan kesenian lokal di lembaga formal maupun informal seantero nusantara tentu sudah umum adanya. Namun, bagaimana jika guru berkebangsaan asing yang melaksanakannya?
Peter Smith, guru gamelan di Inggris. (Sumber: BBC Indonesia)
Adalah Peter Smith alias ‘Parto’, seorang pria berkebangsaan Inggris yang jatuh cinta dengan gamelan sejak 30 tahun lalu. Kecintaannya pada gamelan melabuhkan pilihan hidupnya untuk menjalani profesi sebagai guru.
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh hari ini, mari kita simak kisah beliau dalam tulisan berikut seperti dilansir dari BBC Indonesia.
Pada awalnya, Peter mempelajari piano di York University. Suatu hari, seorang profesor membawa seperangkat alat gamelan ke kampus. Beliau pun langsung jatuh hati dan tertarik untuk mendalami alat musik yang masih asing kala itu.
Bagaimana beliau tidak terkesan? Alat musik tersebut dihiasi oleh karya seni ukir yang mengagumkan; bermotif naga, bunga, dedaunan dan didominasi warna emas. Untuk memainkannya, nada-nada harus dihafal, berbeda dengan piano yang berpedoman pada not balok.
Permainan musik kolaboratif adalah kunci dari indahnya instrumen gamelan. Hal itu disebabkan oleh banyaknya jenis alat dengan karakter dan teknik berbeda dalam satu rangkaian instrumen. Menurut beliau, keunikan itulah yang membuat gamelan seolah memabukkan para pendengar. Iringan nada indah menggema memenuhi ruangan, terbalut kesan magis dan sakral.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, pada 1993 beliau mendapatkan Beasiswa Darmasiswa dari Pemerintah Indonesia untuk mendalami gamelan di Solo, Jawa Tengah.Tiga tahun lamanya beliau menetap—padahal seharusnya hanya 1 tahun—membuatnya semakin terpikat dengan budaya dan suasana lingkungan Jawa.
Bahkan, sampai sekarang beliau bisa berbahasa Jawa halus, sebuah tingkatan bahasa Jawa yang para keturunan Jawa asli pun sering kesulitan untuk menggunakannya. Kemampuan beliau yang satu ini memang patut diapresiasi!
Setelah menyelesaikan studi, beliau kembali ke Inggris dan memutuskan untuk membagikan ilmunya. Peter ingin agar lebih banyak lagi orang yang mencintai gamelan, terutama orang-orang di negaranya. Beliau merealisasikan keinginan itu dengan cara mengajar.
Peter Smith saat mengajar gamelan di kelas. (Sumber: Kingston University Music Department - BBC Indonesia)
Setiap Kamis sore, beliau mengajar gamelan di Southbank Centre, pusat kesenian terbesar di Inggris, dan beberapa universitas seperti Kingston University. Sebanyak kurang lebih 30 siswa mengisi setiap kelas yang tersedia, mulai dari kelas pemula hingga kelas lanjutan, dari muda hingga tua.
Suasana Indonesia dihadirkan di kelas dengan membawa kudapan khas Indonesia seperti dadar gulung dan tempe goreng, untuk disantap bersama pada jam istirahat.
Profesi ini telah beliau lakoni selama 20 tahun, yang dimulai kurang lebih 10 tahun setelah gamelan eksis di Southbank Centre. Keberadaan gamelan cukup diistimewakan karena pihak penyelenggara menyediakan satu ruangan khusus untuk kegiatan belajar.
Meski setiap kali mengajar beliau harus pulang larut malam dan menempuh perjalanan selama dua jam menuju tempat tinggalnya di Oxford, beliau tidak pernah mengeluh. Beliau sadar bahwa semua konsekuensi itu akan terbayar ketika berhasil menciptakan generasi pencinta gamelan berikutnya.
Tayangan lengkap wawancara Peter bersama BBC Indonesia bisa Anda simak dalam video di tautan ini.
Dari kisah Peter tersebut kita belajar bahwa mengajar bisa menjadi salah satu langkah pelestarian budaya leluhur. Tanpa pendidikan budaya, lama-kelamaan keberadaannya akan semakin pudar dan termakan zaman. Jangan sampai itu terjadi, ya!
Akhir kata, izinkan Engrasia mengucapkan Selamat Hari Pendidikan Nasional! :)
"Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan." - Tan Malaka
Referensi: BBC Indonesia
Leave a comment
This site is protected by hCaptcha and the hCaptcha Privacy Policy and Terms of Service apply.